𝐒𝐇𝐎𝐂𝐊 𝐏𝐄𝐌𝐈𝐋𝐈𝐊 𝐒𝐇𝐌 𝐃𝐈 𝐏𝐔𝐑𝐖𝐎𝐊𝐄𝐑𝐓𝐎 : 𝐑𝐔𝐌𝐀𝐇 𝐋𝐔𝐃𝐄𝐒 𝐓𝐀𝐍𝐏𝐀 𝐓𝐀𝐍𝐃𝐀 𝐓𝐀𝐍𝐆𝐀𝐍, 𝐃𝐈𝐃𝐔𝐆𝐀 𝐀𝐃𝐀 𝐏𝐄𝐑𝐌𝐀𝐈𝐍𝐀𝐍 𝐍𝐎𝐓𝐀𝐑𝐈𝐒 𝐃𝐀𝐍 𝐏𝐄𝐍𝐆𝐔𝐒𝐀𝐇𝐀 𝐃𝐄𝐑𝐌𝐀𝐖𝐀𝐍



𝐏𝐔𝐑𝐖𝐎𝐊𝐄𝐑𝐓𝐎, 𝐑𝐉𝐒𝐍𝐄𝐖𝐒.𝐈𝐃 - Selasa 27 Mei 2025 – Sebuah kasus yang mengguncang rasa keadilan terkuak di Purwokerto, melibatkan seorang pengusaha bernama Edward dan Ari Prasetya, warga Desa Sindoro, Kecamatan Gombong, Kabupaten Kebumen, selaku pemilik Sertifikat Hak Milik (SHM) yang kini hilang secara misterius. Edward, yang mulanya dikenal dermawan, kini dituding telah menjual aset Ari Prasetya senilai ratusan juta rupiah tanpa sepengetahuan pemilik aslinya, bahkan disinyalir melibatkan praktik notaris yang mencurigakan.


Kasus ini berawal dari perkenalan Sudiyati, ibunda Ari Prasetya, dengan Edward di Gombong. Edward dikenal baik dan selalu membantu secara finansial, bahkan sering memberikan hadiah seperti gelang, kalung, jam dinding, dan bingkisan saat hari raya. Kepercayaan keluarga, khususnya Sudiyati, kepada Edward semakin kuat ketika Edward menawarkan bantuan melunasi utang-utang keluarga.

Awal Mula Konflik: Bantuan Berkedok Penyelesaian Utang

Edward menawarkan bantuan untuk melunasi utang dua sertifikat tanah milik Sudiyati sebesar Rp150 juta, dengan keringanan hanya perlu menebus Rp70 juta. Satu sertifikat atas nama Imam Gozali bahkan sudah lunas, namun hingga kini belum dikembalikan kepada Sudiyati.


Kemudian, Edward juga menebus sertifikat atas nama Ari Prasetya yang diagunkan di Bank Bukopin Purwokerto. Edward mengeluarkan dana sebesar Rp300 juta untuk melunasi utang Ari Prasetya di Bank Bukopin yang kala itu masih tersisa Rp270 juta. Total uang yang dikeluarkan Edward untuk menebus sertifikat-sertifikat tersebut adalah Rp300 juta pada November 2016. Setelah itu, sertifikat dibawa ke notaris untuk "pengikatan."

Fakta Mengejutkan: Rumah Terjual Tanpa Sepengetahuan Pemilik Asli

Setelah bertahun-tahun menunggu, pada Januari lalu, Ari Prasetya terkejut bukan kepalang saat mengetahui rumahnya telah terjual seharga Rp650 juta. Yang lebih mencengangkan, penjualan tersebut ternyata sudah terjadi pada tahun 2016, bersamaan dengan dana yang dikeluarkan Edward untuk menebus sertifikat.


"Saya kaget sekali, rumah saya sudah pindah tangan ke orang lain. Padahal saya baru menerima uang Rp300 juta dari Edward. Sisa dari penjualan (Rp650 juta) sebesar Rp350 juta tidak diberikan kepada saya," ungkap Sudiyati, ibunda Ari, dengan nada pilu saat diwawancarai wartawan di Purwokerto, mewakili putranya.


Ironisnya, selama ini Sudiyati masih terus membayar "bunga" sebesar Rp20 juta kepada Edward sebanyak sembilan kali. Ini berarti Sudiyati telah menyerahkan Rp180 juta sebagai pembayaran bunga, padahal rumahnya sudah tidak lagi menjadi miliknya sejak tahun 2016. "Kalau tahu sudah dijual di tahun 2022, saya masih membayar tanggungan yang Rp200 juta itu karena Edward tidak terbuka dari semua ini," keluh Sudiyati.


Dugaan Kejanggalan di Notaris dan Hilangnya Perabotan

Keanehan lain yang terungkap adalah Ari Prasetya mengaku belum pernah menandatangani akta jual beli dengan siapa pun. Di notaris, Ari hanya menandatangani surat pengikatan dan surat kuasa menjual kepada Edward. Bahkan, Ari hanya datang sekali ke notaris, dan saat itu hanya menandatangani kuitansi kosong tertanggal 5 Desember 2024. Namun, muncul kuitansi lain yang diterbitkan tertanggal 9 Desember 2024.

Yang lebih memilukan, seluruh perabotan rumah tangga milik Ari Prasetya senilai sekitar Rp70 juta juga ikut lenyap. Ini menambah deretan kerugian yang diderita keluarga.


Kasus ini kini menjadi sorotan, mengingat adanya indikasi kuat penipuan, penggelapan, dan potensi malapraktik notaris yang perlu diusut tuntas oleh pihak kepolisian. Ari Prasetya, selaku pemilik SHM yang dirugikan, berharap keadilan bisa ditegakkan dan hak-haknya dikembalikan.


Analisis Pelanggaran Hukum dalam Kasus Ari Prasetya

Berdasarkan kronologi yang disampaikan, ada beberapa dugaan pelanggaran hukum serius yang patut diusut tuntas:

1. Dugaan Penipuan dan Penggelapan (Pasal 378 KUHP dan Pasal 372 KUHP

Penipuan: Edward diduga melakukan serangkaian kebohongan atau tipu muslihat yang menyebabkan Ari Prasetya secara tidak langsung kehilangan asetnya (melalui surat kuasa menjual dan pengikatan) tanpa transparansi penuh mengenai penjualan dan harga sebenarnya. Edward menjanjikan bantuan melunasi utang, namun berujung pada hilangnya aset dan sisa hasil penjualan yang tidak diberikan.

Penggelapan: Edward diduga menguasai uang hasil penjualan rumah Ari Prasetya (selisih Rp650 juta - Rp300 juta = Rp350 juta) dan seluruh perabotan rumah senilai Rp70 juta yang bukan haknya.

2. Dugaan Pemalsuan Surat (Pasal 263 KUHP)

Akta Jual Beli (AJB): Jika Edward melakukan penjualan rumah tanpa tanda tangan Akta Jual Beli dari Ari Prasetya sebagai pemilik SHM, patut diduga adanya pemalsuan tanda tangan atau pemalsuan dokumen jual beli.

Kwitansi: Adanya dua tanggal kuitansi yang berbeda (5 Desember 2024 dan 9 Desember 2024) serta klaim Ari Prasetya yang hanya menandatangani kuitansi kosong, mengindikasikan adanya dugaan pemalsuan atau manipulasi pada dokumen kuitansi.

3. Dugaan Pelanggaran Jabatan/Malapraktik Notaris

Akta Jual Beli Tanpa Kehadiran Pihak: Jika notaris menerbitkan AJB tanpa kehadiran dan tanda tangan langsung dari Ari Prasetya (selaku pemilik SHM) atau tanpa verifikasi yang memadai, ini merupakan pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN). Notaris wajib memastikan para pihak yang menghadap adalah benar orangnya dan memahami isi akta yang ditandatangani.


Penyalahgunaan Surat Kuasa Menjual: Meskipun Ari Prasetya memberikan surat kuasa menjual, notaris seharusnya memastikan bahwa pelaksanaan kuasa tersebut sesuai dengan itikad baik dan tidak merugikan pemberi kuasa, terutama jika ada indikasi penipuan atau pemaksaan. Notaris juga wajib menjelaskan konsekuensi hukum dari surat kuasa tersebut.


Pengikatan yang Tidak Transparan: Proses pengikatan yang berujung pada penjualan tanpa sepengetahuan Ari Prasetya, serta munculnya kuitansi ganda/kosong, menunjukkan adanya potensi kelalaian atau bahkan keterlibatan notaris dalam praktik yang tidak sah.


Pelanggaran Kode Etik Notaris: Setiap tindakan notaris yang melanggar hukum, merugikan klien, atau tidak sesuai dengan standar profesi, dapat dijerat dengan pelanggaran kode etik notaris yang bisa berujung pada sanksi administratif hingga pidana.

4. Pelanggaran Terhadap Perlindungan Konsumen/Pihak yang Dirugikan


Ari Prasetya sebagai pihak yang dirugikan memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dan keadilan atas kerugian material dan imaterial yang dideritanya.


Kasus ini memerlukan investigasi menyeluruh oleh pihak kepolisian untuk membuktikan dugaan-dugaan pelanggaran di atas dan menyeret semua pihak yang terlibat ke meja hijau. Masyarakat, khususnya para pemilik aset, diharapkan lebih berhati-hati dalam setiap transaksi yang melibatkan pihak ketiga dan selalu memastikan keabsahan setiap dokumen yang ditandatangani di hadapan notaris.(***).


Oleh:

KRT.A.Solehudin, W